Pages

Tampilkan postingan dengan label Matematika Sehari-hari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Matematika Sehari-hari. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 September 2010

Menggali manfaat nyata matematika sehari-hari

Mesti diingat bahwa matematika itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia. Hampir tidak ada kebudayaan, bagaimanapun primitifnya, yang tidak mengandung unsur-unsur matematika (minimal yang paling elementer). Dan sebagai salah satu unsur kebudayaan manusia, matematika juga turut membentuk kepribadian seseorang, meskipun dalam taraf yang berbeda untuk setiap orang. Dengan belajar matematika seseorang sedikit banyak akan terbentuk menjadi orang yang mampu berpikir logis, sistematis dan obyektif.
Untuk menumbuhkan minat terhadap matematika, kita mesti juga mengenali dan melihat manfaat nyata apa yang telah disumbangkan matematika bagi kehidupan manusia. Mungkin selama ini kita tidak menyadari kalau matematika juga telah menyumbangkan banyak hal untuk diri kita. Dengan menggali lagi manfaat dan kegunaan matematika bagi diri kita sendiri, mungkin dalam bentuk yang paling sederhana, misalnya ketika belanja kita tidak tertipu karena matematika telah mengajari kita cara berhitung, dapat menjadi salah satu cara bagi kita untuk mau belajar matematika dengan lebih baik lagi.
Setiap kali kita nongkrong di mall kita melihat banyak angka ajaib bertebaran dimana-mana, bergantungan di atas produk barang tertentu. Mulai dari pakaian, alat-alat rumah tangga, makanan hingga barang elektronik semuanya berhiaskan angka ajaib. Sebagai contoh, harga sepasang sandal jepit 4.900, harga tempat sampah yang terbuat dari plastik 9.900, harga laptop 5.999.000 dan seterusnya.
Tampaknya hal itu wajar-wajar saja, tidak ada yang cukup istimewa, memang begitulah pemandangan sehari-hari di mall-mall kita. Tapi sebentar, bagi yang akrab dengan matematika angka-angka ajaib yang merupakan label harga barang tersebut adalah sebuah jebakan. Mengapa demikian? Sebagai contoh, apa yang ada dipikiran kita ketika kita melihat label harga barang 9.900? Kita cenderung berpikir harga barang itu mendekati harga 9.000 daripada mendekati 10.000, benar bukan?


Padahal dalam matematika kita pernah belajar pembulatan suatu bilangan. 9.900 kalau dibulatkan menurut yang kita pelajari dalam matematika akan dibulatkan ke atas atau hasil pembulatannya 10.000, bukan dibulatkan ke bawah menjadi 9.000. Karena 900 lebih besar dari 500 dan setiap nilai yang lebih besar atau sama dengan 500 dibulatkan ke atas, sedangkan yang kurang dari 500 dibulatkan ke bawah. Inilah yang saya maksud jebakan kalau kita tidak hati-hati.
Kita menganggap uang yang kita belanjakan Rp. 9.000 padahal Rp. 9.900. Belum lagi uang kembaliannya yang cuma seratus rupiah sering tidak dianggap dan dengan rela kita membelanjakanbya untuk sebutir permen yang sebenarnya tidak ingin kita beli. Tanpa sadar sebenarnya, kalau ini mau dianggap untung dan rugi, kita rugi Rp. 1000 hanya lantaran terjebak, karena tidak jeli mengamati label harga barang yang kita beli.
Bayangkan kalau ada sepuluh item barang yang kita beli, maka kita sudah membelanjakan uang Rp. 10.000 yang sebenarnya tidak kita maksudkan untuk dibelanjakan. Belum lagi, kalau pembulatan yang kita lakukan untuk label harga barang yang cukup mahal, dengan pembulatan puluhan ribu atau ratusan ribu tanpa kita pernah sadar.
Matematika dengan pembulatan bilangannya yang sangat sederhana sekali ternyata sebenarnya juga bermanfaat bagi diri kita.

Minggu, 18 Januari 2009

Persamaan Linear Dalam Iklan

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari persamaan linear. Apabila kita belanja di pasar dan dari sekumpulan barang belanjaan kita mendapatkan suatu harga tertentu, secara tidak langsung kita bersentuhan dengan persamaan linear. Atau, saat kita sedang menikmati makan siang di sebuah restoran cepat saji, dan di sana ditawarkan beberapa paket makanan yang merupakan kombinasi dari beberapa jenis makanan. Setiap paket pasti memiliki harga tertentu dan kita tidak tahu berapa harga untuk masing-masing makanan yang menyusun paket makanan tersebut. Sekali lagi, inipun sebenarnya adalah permasalahan persamaan linear.


Kasus yang lain seperti iklan paket hemat cetak brosur full colour di atas. Di iklan tersebut dikatakan dengan Rp750.000,- kita dapat mencetak 2000 lembar brosur A4 cetak 1 muka atau 4000 lembar ½ A4 cetak 1 muka. Jika satu lembar A4 kita misalkan x dan cetak satu muka kita misalkan y, maka kita akan mendapatkan persamaan 750.000 = 2000(x + y) atau 750.000 = 4000 (½x + y)

Contoh-contoh di atas adalah penggunaan persamaan linear dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada contoh penggunaan sistem persamaan linear dalam bidang lain? Ada. Kamu tentu pernah belajar tentang temperatur. Ada tiga skala yang kita kenal, Cecius, Reamur, dan Fahrenheit. Untuk mendapatkan rumus yang menghubungkan Celcius dengan Fahrenheit, kita tinggal menyatakan temperatur Fahrenheit = m temperatur Celcius + n atau F = mC + n dengan m dan n adalah konstanta. Pada tekanan satu atmosfer titik didih air adalah 212 derajat F atau 100 derajat C dan titik beku air adalah 32derajat F atau 0 derajat C. Dengan memasukkan kedua nilai tersebut ke dalam persamaan F = mC + n maka diperoleh m = 9/5 dan n = 32. Itulah sebabnya kita mendapatkan hubungan F = 9/5C + 32

Jumat, 24 Oktober 2008

Batik dan Matematika [Part 2]

BATIK WUJUD KOMPLEKSITAS SOSIAL
Oleh YUN HARIADI
Sering sebuah karya seni secara tidak sengaja menggunakan konsep matematika canggih yang baru dipahami beberapa abad kemudian. Seni dan matematika berkembang dengan berpijak pada pemikiran dengan segala keterbatasan dan kreativitasnya.

Konsep matematika harus logis, sementara seni tidak harus
demikian. Seni bisa berkembang demikian liar menembus batas logika
saat itu. Maka, tidak aneh jika matematika tertatih-tatih dan butuh
waktu cukup lama untuk memahami seni dalam konsep logikanya. Misalnya,
pada seni dekoratif Islam abad pertengahan yang ternyata menggunakan
geometri canggih (decagonal quasicrystal geometry) yang baru bisa
dipahami oleh matematikawan di era 70-an, pada jurnal ilmiah, atau
pada karya-karya Escher yang sampai saat ini susah untuk dipahami.
Bagaimana dengan batik? Adakah konsep matematika canggih pada
batik? Hasil penelitian yang dilakukan penulis dan rekan-rekan yang
diterbitkan dalam proceeding Generative X di Milan Italia (Pixel
People Project, "Batik Fractal: Traditional Art to Modern Complexity")
dan Journal of Social Complexity 2008 Bandung Fe Institute menunjukkan
kehadiran fraktal dalam batik.

Fraktal dan teori khaos
Istilah fraktal kali pertama dipopulerkan oleh BenoƮt Mandelbrot-
kemudian disebut sebagai Bapak Fraktal-pada pertengahan 70-an. Fraktal
merupakan konsep matematika yang membahas kesamaan pola pada semua
skala. Secara sederhana kehadiran fraktal ditandai dengan adanya
perulangan pola atau kesamaan diri (self-similarity) pada skala yang
berbeda-beda atas suatu obyek.
Contoh sederhana adalah segitiga Sierpinski. Pada segitiga ini,
setiap bagian segitiga di dalamnya memiliki kesamaan pola dengan
segitiga lainnya. Pohon cemara merupakan contoh sederhana hadirnya
fraktal di alam. Segitiga Sierpinski dan pohon cemara merupakan contoh
sempurna hadirnya fraktal. Kesamaan pola dan skala yang berbeda-beda
merupakan unsur penting dalam fraktal.

Perkembangan teknologi komputer telah memberikan sumbangan sangat
besar pada kelahiran fraktal. Perhitungan kesamaan pola pada skala
yang berbeda-beda makin tepat. Fraktal atau kesamaan pola pada skala
yang berbeda-beda menjadi begitu penting karena fraktal merupakan
tanda keteraturan dalam ketidakteraturan (khaos) dalam suatu sistem
yang bersifat khaos.
Suatu keadaan bersifat khaos jika sangat sensitif pada kondisi
awal. Pemeo yang begitu terkenal pada teori khaos misalnya "Kepakan
sayap kupu di Jakarta menyebabkan badai tornado di Texas".
Sebelum teori khaos ditemukan, kondisi khaos disamakan dengan
kondisi acak yang tanpa aturan, tanpa struktur, dan mustahil dibuat
model matematikanya. Namun setelah penemuan teori khaos kita paham
bahwa dalam sistem yang kompleks, tak-linier, dan sangat sensitif pada
kondisi awal ternyata terdapat tanda keteraturan dalam
ketidakteraturan, yaitu fraktal.

Dimensi fraktal
Geometri fraktal berbeda dengan geometri Euclidean yang kita kenal
selama ini. Geometri Euclidean hanya mampu mengelompokkan benda-benda
ke dalam dimensi bilangan bulat. Misalnya, kubus merupakan benda
berdimensi 3 (panjang-lebar-tinggi), gambar bujur sangkar berdimensi 2
(panjang-lebar), garis lurus berdimensi 1 (panjang). Geometri fraktal
menerima obyek berdimensi pecahan, misalnya 1,5 atau 2,75.
Menggunakan penggaris dimensi fraktal, maka tingkat fraktal suatu
benda bisa dibandingkan. Makin bernilai pecahan dimensi fraktal suatu
benda, maka makin tinggi pula tingkat fraktal benda tersebut.
Hasil perhitungan dimensi fraktal pada batik dengan sampel 200
motif menunjukkan bahwa batik memiliki dimensi fraktal 1,5. Sebagai
pembanding, yaitu lukisan kubisme Picasso, 1889-1930, yang memiliki
dimensi fraktal 3 (bilangan bulat). Hal ini menunjukkan batik memiliki
tingkat fraktal yang tinggi.
Sedangkan lukisan kubisme Picasso, sesuai kenyataan bahwa kubisme
adalah aliran lukisan yang menyederhanakan obyek ke dalam bentuk
silinder, kerucut, kubus, maupun bola-yaitu benda-benda berdimensi 3.
Dimensi permukaan lukisan kubisme dan batik pada semua sudut, dari 0°-
360° derajat.
Kubisme taat dengan dimensi 3, sedangkan batik taat dengan dimensi
1,5. Ini menunjukkan motif batik tidak cukup digambarkan oleh benda
berdimensi 1, namun berlebihan jika digambarkan oleh benda berdimensi
2.
Faktor yang berperan besar menghadirkan fraktal pada batik adalah
teknik dekorasi yang berhubungan dengan makna simbolis pada batik,
yaitu isen, yaitu mengisi motif besar dengan motif kecil tertentu. Ini
sesuai-mirip dengan kesamaan-diri pada fraktal meski tidak sesempurna
segitiga Sierpinski.
Proses isen, menurut Haldani, ahli batik tradisional dari Institut
Teknologi Bandung, merupakan upaya penyempurnaan dan memberi makna
obyek keseluruhan. Isen dalam batik motif semu riris merupakan motif
kecil dalam motif besar.

Kompleksitas sosial
Batik muncul sebagai hasil interaksi antarmanusia
denganlingkungannya. Manusia memahami alam lingkungan dan
menerjemahkannya dengan melukis dengan teknik batik. Obyek batik
merupakan benda-benda di alam-berdimensi 3 (pohon, hewan) yang
sebagian besar memiliki makna simbolis tertentu.
Dinamika masyarakat dan lingkungannya jelas berpengaruh pada
batik. Kebudayaan- kebudayaan besar (Hindu, Islam, kolonial Belanda,
Jepang, Kemerdekaan, Orba) berpengaruh pada corak, warna, dan motif
pada batik, namun batik mampu mempertahankan dimensi fraktalnya pada
sekitar 1,5. Ini menunjukkan adanya aturan da- sar dalam batik sendiri
yang sedemikian sehingga dimensi fraktal batik tetap pada nilai
sekitar 1,5.

Interaksi antara manusia dan lingkungan dalam menghasilkan batik
merupakan interaksi tak-linier, melibatkan banyak faktor yang saling
berkaitan, seperti teknologi (canting, lilin, pewarna), budaya
(simbolisme), kepercayaan (mistisme), ekonomi, dan geografi.
Kehadiran fraktal dalam batik merupakan wujud adanya kompleksitas
sosial dalam batik sehingga untuk memahami batik harus melihat faktor
teknologi, budaya, kepercayaan, ekonomi, geografi secara bersama-sama.
Kompleksitas sosial lainnya yang ditandai oleh kehadiran fraktal
misalnya evolusi sebuah kota. Hasil penelitian Profesor Michael Batty,
diterbitkan dalam jurnal Science, menunjukkan, kota merupakan sistem
kompleks yang melibatkan faktor ekonomi, sosial, hingga perubahan
iklim. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada ukuran, skala, dan
bentuk sebuah kota sehingga juga membutuhkan geometri fraktal.

YUN HARIADI
Peneliti Kompleksitas Sosial Pixel People Project

***
Isen dalam batik motif semu riris merupakan motif kecil dalam motif
besar. Hal ini mirip dengan kesamaan-diri pada fraktal. Kesamaan-diri
ini meskipun jauh sempurna dibandingkan dengan segitiga Sierpinski dan
pohon cemara, namun berkontribusi pada pembentukan pola fraktal.
Kesamaan-diri tidak harus diukur berdasarkan kesamaan secara visual,
namun bisa diukur pada sifat-sifat statistikanya.

***
Segitiga Sierpinski dan pohon cemara merupakan contoh sempurna
hadirnya fraktal.

Kompas, 10 Maret 2008

Kamis, 23 Oktober 2008

Batik dan Matematika [Part 1]

Batik ternyata tidak melulu berkaitan dengan seni tradisional. Selama ini kita hanya mengenal batik tulis dan batik cap dengan proses pengerjaan murni buatan tangan.
Namun ternyata, dengan hitungan matematika motif batik dapat dibuat dengan mudah lewat komputer. Hasilnya, motif batik dapat dibuat dengan waktu relatif cepat, dan mudah diperbanyak. Tak hanya itu, selain bisa diaplikasikan di selembar kain, motif batik buatan komputer ini juga bisa diaplikasikan di media kayu dan akrilik.
Tiga serangkai asal Bandung , Muhammad Lukman, Nancy Margried Panjaitan, dan Yun Hariadi mencoba "memodernkan" batik. Setelah melalui penelitian yang panjang sejak tahun 2007, mereka pun meluncurkan batik fraktal, suatu batik dengan desain geometri yang terus berulang, pada Mei silam di Bandung.

Menurut Head of Business Pixel People Project Research & Design Nancy Margried Panjaitan, semula mereka bertiga hanya teman ngobrol di sela-sela acara desain dan mode yang banyak digelar di Bandung. Akhirnya mereka bertiga membentuk kelompok kerja yang bernama Pixel People Project tahun 2007 lalu. Selain batik fraktal, mereka menghasilkan karya, seperti robot, desain gedung dan sebagainya. "Kami tak memiliki satu pemimpin dan tak memiliki kantor," tutur Nancy.

Mereka menganut konsep mobile office. Untuk mengerjakan sesuatu, mereka cukup mengkoordinasikan pekerjaan lewat alat komunikasi dan bertemu muka sesekali saja.
Ketika mendirikan usaha, mereka bertiga harus banyak bertaruh. Nancy dan Luki rela meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai karyawan dan berpindah menjadi pengusaha. Modal awal senilai Rp 20 juta berasal dari membobol tabungan masing-masing, sebagian besar dihabiskan untuk penelitian. Tak sampai satu tahun perusahaan bisa menutup modal usaha. Maklum, mereka membanderol produknya dengan harga tinggi, yakni antara Rp 500.000 dan Rp 20 juta per lembar kain batik.


Di tengah penelitian mereka tentang motif batik, mereka bertiga sempat diundang untuk mempresentasikan penemuannya dalam 10th Generative Art Conference, Politecnico, di Milan, Italia, Desember 2007 lalu.


Semenjak batik fraktal diluncurkan mereka mendapat dukungan dari Kementerian Riset dan Teknologi. Tiga serangkai ini kemudian ditawari untuk melakukan pameran, Mei 2008. Semua kegiatan selama pameran berlangsung disponsori oleh Kementerian Riset dan Teknologi

Karena usia batik fraktal yang baru tiga bulan, Nancy mengatakan usaha ini masih dalam situasi yang menantang. Mereka kesulitan mencari investor untuk menanam modalnya dalam pemasaran dan pengembangan produk ini. Sejak tahun lalu, mereka telah mengajukan sejumlah proposal pendanaan tambahan ke sejumlah perusahaan.

Namun, konsep ini belum diapresiasi dengan baik oleh para pemodal. Alasan mereka, tutur Nancy, inovasi ini belum teruji sehingga terlalu beresiko untuk dibantu secara permodalan. "Menurut saya itulah resiko sebuah inovasi baru. Tapi kami terus mengembangkan karya kami dan terus mencari investor yang sesuai untuk usaha ini," kata Nancy.

Menristek pemakai batik fraktal pertama
Untuk memasarkan usaha batik fraktalnya, mereka melakukan bermacam jurus. Selain lewat pameran, penjualan juga dilakukan secara personal, made to order, pemesanan khusus, pemasaran lewat internet, dan bekerja sama dengan beberapa desainer dan butik fesyen yang ada di Jakarta. "Hingga saat ini, pembeli kain batik fraktal kebanyakan pemakai perorangan," tutur Nancy.

Bahkan, hingga kini Menteri Ristek Kusmayanto Kadiman merupakan salah satu pelanggan setia batik fraktal ini. Ungkap Nancy, "Menristek adalah orang pertama yang memakai kemeja batik fraktal di hadapan publik lho."
Kini, selain membatik di atas kain, mereka juga membatik di atas media kayu dan akrilik. Bedanya, jika biasanya mereka menggunakan canting untuk menggambar motif batik fraktal di atas kain, maka untuk media kayu dan akrilik ini mereka menggunakan laser.
"Rencananya, batik fraktal akan dikembangkan dalam industri interior, furnitur, sepatu dan berbagai industri lainnya," kata Nancy.

Sumber: Kompas, Rabu, 10 September 2008 | 09:06 WIB

Kamis, 18 September 2008

Matematika Di Kantor Pos



Tentu pernah dong ke kantor pos....



Pasti kamu sudah tahu kalau biaya pengiriman surat tercatat tergantung pada beratnya. Meskipun tidak ada rumus sederhana yang mengkaitkan biaya pengiriman surat dan berat surat, namun biasanya kantor pos mempunyai aturan untuk menentukan biaya pengiriman bilamana berat surat diketahui.


Misalkan C(w) adalah biaya pengiriman surat tercatat seberat w. Aturan yang digunakan Perusahan Pos mulai tahun 1998 sebagai berikut: Biayanya adalah Rp3.200,00 untuk berat sampai dengan 1 ons, ditambah Rp2.300,00 untuk setiap ons tambahan sampai dengan 11 ons. Seperti diperlihatkan pada tabel di bawah.



Dari tabel di atas, kita bisa menyatakan C(w) sebagai berikut:



Nah, fungsi C(w) inilah yang disebut dengan Fungsi Tangga atau Fungsi Nilai bulat terbesar. Grafik dari fungsi di atas tampak pada gambar di bawah ini.



Dari grafik di atas, kita tahu mengapa fungsi yang serupa dengan itu disebut fungsi tangga. Betul, sebab nilai fungsinya meloncat dari satu nilai ke nilai berikutnya.

Senin, 15 September 2008

Matematika Di Dalam Bus Kota

Apa hubungan matematika dengan naik bus?



Tentu kita pernah naik bus kota dong....
Misalkan kita naik bus dalam kota Yogyakarta, jauh dekat jarak yang ditempuh ongkosnya sama, yaitu Rp. 2.000,- Ini berarti, kalau kita naik bus kota itu, entah jarak yang kita tempuh 1 km, 2 km, 3 km, atau 10 km ongkosnya sama saja, yaitu Rp. 2.000,- Nah, jarak dan tarif angkutan bus dalam kota merupakan contoh yang baik mengenai fungsi konstan dalam kehidupan sehari-hari.

Apakah fungsi konstan itu?
Fungsi konstan adalah suatu fungsi y = f(x), dengan f(x) sama dengan suatu konstanta untuk setiap nilai x dalam daerah asalnya. Dengan kata lain untuk setiap x dalam daerah asal hanya berpasangan dengan suatu nilai dalam daerah hasil.

Fungsi konstan dituliskan dengan f : x --> f(x) = k, dengan x R dan k suatu konstanta. Dengan demikian rumus untuk fungsi konstan adalah y = f(x) = k.

Kamis, 28 Agustus 2008

Tom, Jerry, dan PR Matematika

Tom, Jerry, dan PR Matematika
Sun, 2007-02-04 11:49 — Al Jupri
Oleh: Al Jupri

Saya yakin kebanyakan dari Anda kenal dengan tokoh-tokoh yang namanya Tom dan Jerry. Ya, mereka adalah tokoh-tokoh film kartun lucu yang digambarkan sebagai seekor kucing dan seekor tikus yang saling bermusuhan. Ceritanya sih biasa itu-itu saja, sang kucing ngejar-ngejar sang tikus. Anehnya, walaupun berupa film kartun dan ceritanya itu-itu saja, tapi penggemarnya bukan saja dari kalangan anak-anak, kaum dewasa pun banyak yang menyukainya. Contohnya, saya sendiri menyukai film ini, walau cuma kadang-kadang nontonnya. Di artikel ini saya hanya meminjam nama-nama mereka untuk memerankan cerita yang saya buat. Ceritanya tentu bukan kejar-kejaran lagi. Ya, ceritanya tentang PR (pekerjaan rumah) matematika. Singkatnya, ayo bareng-bareng kita ikuti ceritanya berikut ini. Tom dan Jerry adalah murid kelas enam di sebuah SD (Sekolah Dasar). Mereka berdua terkenal sangat bandel alias nakal. Sering mereka ngejaili teman-teman sekelasnya, pun mereka banyak ulah di kelasnya. Bahkan seringkali mereka berdua tidak mengerjakan PR yang diberikan guru mereka, Pak Udin namanya. Hingga suatu hari Pak Udin merasa jengkel juga. Nah, kali ini Pak Udin punya akal untuk menghukum mereka. Pak Udin memberi hukumannya berupa PR matematika. Bila Tom dan Jerry tak bisa mengerjakan PR dengan benar, mereka akan dihukum oleh gurunya yaitu, selama seminggu harus piket membersihkan ruang kelas. Bila Tom dan Jerry bisa mengerjakan PR tersebut, bukan berarti bebas, tapi mereka berdua diminta membuat soal matematika sehingga teman-teman sekelasnya tak ada yang bisa menjawabnya. Dan bila soal yang dibuat mereka dapat dijawab oleh teman-teman mereka, hukuman berikutnya akan menanti. Bila soal yang dibuat mereka tak bisa dijawab teman-temannya, bebaslah mereka berdua. Tentu pilihan ini tak mudah dua-duanya. Sebagai anak yang terkenal bandel, bukan berarti mereka menyerah begitu saja dengan hukuman tersebut. Ternyata mereka, Tom dan Jerry, dengan sungguh-sungguh mengerjakan PR matematika yang diberikan gurunya. Nah, PR matematikanya sebenarnya sih cuma tiga soal berikut ini: **Soal 1:** Tentukan nilai dari 16 x 25 dengan menggunakan kalkulator tapi tak boleh menekan tombol angka 5. Tuliskan caranya di buku tulismu! **Soal 2:** Bila supermarket MENTARI memberi diskon 50% dan supermarket RAMA-SHINTA memberi diskon 30%. Supermarket mana yang menurut kamu paling murah untuk tempat berbelanja? Tuliskan alasanmu! **Soal 3:** Bila 20 buku tulis di toko Gunung Merapi seharga Rp. 23.000 dan 12 buah buku tulis di toko Gunung Krakatau seharga Rp. 15.000, di toko manakah harga buku tulis yang paling murah? Tuliskan jawaban dan alasannya di buku tulismu! Pulang sekolah, di hari mereka dapat PR tersebut, mereka berdua langsung serius mengerjakannya bersama. Mulai soal 1, ternyata tak mudah bagi mereka alias sulit. Soal 2, tak kalah sukarnya dan bahkan membingungkan mereka. Beruntung untuk soal 3 mereka langsung dapat ide untuk menjawab soal ini. Walau mereka bekerja bersama, tapi mereka mengerjakan soal 3 ini dengan caranya masing-masing. Untuk soal 3 ini, jawaban Tom adalah sebagai berikut. Tampak bahwa cara yang dilakukan Tom ini sangat mengesankan. **Toko Gunung Merapi** 20 Buku Rp. 23.000 10 Buku Rp. 11.500 5 Buku Rp. 5.750 1 Buku Rp. 1.150 **Toko Gunung Krakatau** 12 Buku Rp. 15.000 6 Buku Rp. 7.500 3 Buku Rp. 3.750 1 Buku Rp. 1.250 Jadi, harga buku tulis di toko Gunung Merapi lebih murah daripada toko Gunung Krakatau. Sedangkan Jerry mengerjakan soal 3 dengan caranya yang juga tak kalah mengesankan dibanding cara Tom, seperti tampak berikut ini. **Di toko Gunung Krakatau:** 12 buku seharga Rp.15.000, berarti bila cuma beli 4 buku, harganya adalah Rp. 5000 (sebab: 4 + 4 + 4 = 12 dan Rp. 5000 + Rp. 5000 + Rp. 5000 = Rp. 15.000). **Di toko Gunung Merapi:** 20 buku seharga Rp. 23.000, berarti bila cuma beli 4 buku, harganya adalah Rp. 4.600 (sebab: 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20 dan Rp. 4.600 + Rp. 4.600 + Rp. 4.600 + Rp. 4.600 + Rp. 4.600 = Rp. 23.000). Jadi, harga buku tulis di toko Gunung Merapi lebih murah daripada toko Gunung Krakatau. Walau keduanya anak bandel, mereka ternyata mau kerja keras dan mereka benar-benar memanfaatkan kemampuan mereka yang biasa dipakai untuk berbuat kebandelan. Dengan susah payah, keduanya dengan bekerja sama akhirnya dapat mengerjakan ketiga soal di atas dengan baik. Nah, kira-kira kalau Anda sebagai Tom atau Jerry, bagaimana jawaban Anda untuk Soal 1 dan Soal 2 tadi? Masalah berikutnya adalah mereka diminta membuat soal matematika yang bisa membuat teman-teman mereka tak bisa menjawabnya. Mereka kembali terpaksa berfikir keras lagi, hingga akhirnya mereka dapat membuat soal, tentunya level anak SD. Dua buah soal berhasil mereka buat (di sini disebut Soal 4 dan Soal 5), dan mereka yakin teman-temannya tak akan dapat menjawab dengan benar. Soal-soal yang dibuat adalah sebagai berikut: **Soal 4:** Tom dan Jerry adalah teman satu kelas di SD yang sama. Jarak rumah Tom ke sekolah adalah 1000 meter alias 1 km. Jarak rumah Jerry ke sekolah adalah 600 meter. Berapakah jarak rumah Tom ke rumah Jerry? Tuliskan semua kemungkinan jawabanmu! **Soal 5:** Tom dan Jerry bersama-sama dapat menyapu lantai kelasnya selama 20 menit, sedangkan bila Tom sendiri yang menyapunya diperlukan waktu 60 menit alias 1 jam. Berapa menit yang dibutuhkan Jerry untuk menyapu lantai kelasnya sendirian? Nah, andaikan Anda sebagai temannya Tom dan Jerry yang pernah dijaili mereka berdua, tentu ingin Tom dan Jerry dihukum bukan? Supaya mereka tetap kena hukuman, tentunya Anda harus dapat menjawab Soal 4 dan Soal 5 dengan benar. Ayo coba...! Tentang penulis: *Master Student of Freudenthal Institute, Utrecht University, The Netherlands* *Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia (dulu namanya IKIP Bandung)*

sumber:http://febdian.net

Rabu, 27 Agustus 2008

Bahasa & Matematika

Bahasa Matematika


”Alam semesta itu bagaikan sebuah buku raksasa yang hanya dapat dibaca kalau orang mengerti bahasanya dan akrab dengan lambang dan huruf yang digunakan di dalamnya. Dan bahasa alam tersebut tidak lain adalah matematika”, demikian Galileo Galilei (1564-1642), seorang ahli matematika dan astronomi dari Italia, pernah mengungkapkan.
Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Merujuk pada pengertian ini, maka matematika pun dapat dipandang sebagai bahasa karena dalam matematika terdapat sekumpulan lambang/simbol dan kata (baik kata dalam bentuk lambang, misalnya “≥“ yang melambangkan kata “lebih besar atau sama dengan”, maupun kata yang diadopsi dari bahasa biasa, misalnya kata “fungsi” yang dalam matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu antara unsur-unsur dalam dua buah himpunan).
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Simbol-simbol matematika bersifat "artifisial" yang baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang berkata bahwa x, y, z itu sama sekali tidak memiliki arti. Betul, x, y, z itu tidak akan ada artinya kalau kita tidak memberi arti. Tanpa itu, maka matematika hanya merupakan kumpulan simbol dan rumus yang kering akan makna.
Sebagai contoh, kalimat “Semua manusia akan mati”, dalam matematika dapat dinyatakan dengan: “semua x, bila x itu manusia, maka x itu akan mati” dan secara ringkas dapat ditulis: (x) (M(x)  T(x)) dengan M adalah manusia dan T adalah akan mati. Contoh lain, kalimat “Ada manusia yang pandai”, dapat diartikan: “ada benda, benda itu manusia dan benda itu pandai”. Lebih jauh lagi, kalimat tersebut dapat dinyatakan: “ada x, x itu manusia dan x itu pandai”, dan secara ringkas dapat ditulis: (x) (M(x)  P(x)) dengan M adalah manusia dan P adalah pandai.
Jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya, sebenarnya bahasa matematika memiliki beberapa kelebihan. Bahasa matematika memiliki makna yang tunggal sehingga suatu kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam. Ketunggalan makna dalam bahasa matematika ini, menjadikan bahasa matematika sebagai bahasa “internasional”, karena komunitas pengguna bahasa matematika adalah bercorak global dan universal di semua negara yang tidak dibatasi oleh suku, agama, bangsa, negara, budaya, ataupun bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.
Bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari seringkali mengandung keraguan makna di dalamnya. Kerancuan makna itu dapat timbul karena tekanan dalam mengucapkannya ataupun karena kata yang digunakan dapat ditafsirkan dalam berbagai arti. Bahasa matematika berusaha dan berhasil menghindari kerancuan arti tersebut, karena setiap kalimat (istilah/variabel) dalam matematika sudah memiliki arti yang tertentu. Sebagai contoh “2 + 3” sama artinya bagi orang yang tinggal di Yogyakarta maupun orang yang tinggal di Jakarta, di Singapore atau di London. Tidak mungkin terjadi bahwa di Yogyakarta 2 + 3 = 5, sementara di Jakarta 2 + 3 = 6 atau sedangkan di London 2 + 3 = 23.
Ketunggalan arti itu dimungkinkan karena adanya kesepakatan bersama antara para matematikawan dan pengguna matematika di seluruh dunia atau ditentukan sendiri oleh pengunanya. Orang lain bebas menggunakan istilah/variabel matematika yang mengandung arti berlainan. Namun, ia harus menjelaskan terlebih dahulu di awal pembicaraannya atau tulisannya bagaimana tafsiran yang ia inginkan tentang istilah matematika tersebut. Selanjutnya, ia harus taat dan tunduk menafsirkannya seperti itu selama pembicaraan atau tulisan tersebut.
Bahasa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk suatu permalahan yang sedang dikaji. Suatu obyek yang sedang dikaji dapat disimbolkan dengan apa saja sesuai dengan kesepakatan bersama.
Kelebihan lain, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Jika kita menggunakan bahasa verbal, maka hanya dapat mengatakan bahwa Si A lebih cantik dari Si B. Apabila kita ingin mengetahui seberapa eksaknya derajat kecantikannya maka dengan bahasa verbal tidak dapat berbuat apa-apa. Terkait dengan kasus ini maka kita mau tidak mau harus berpaling ke bahasa matematika, yakni dengan menggunakan bantuan logika fuzzy sehingga dapat diketahui berapa derajat kecantikan seseorang.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan matematika memiliki sifat kuantitatif, yakni dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat. Matematika memungkinkan suatu ilmu atau permasalahan dapat mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari suatu ilmu. Beberapa disiplin ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami kesulitan dalam perkembangan yang bersumber pada problem teknis dan pengukuran. Kesulitan ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggembirakan, di mana ilmu-ilmu sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin ilmu untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peran ganda yakni sebagai ratu dan sekaligus sebagai pelayan ilmu pengetahuan. Di satu sisi, sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan di sisi lain, sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan dalam bentuk model matematika. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus yang jika ditulis dengan bahasa verbal membutuhkan rangkaian kalimat yang panjang, di mana makin banyak kata-kata yang digunakan maka makin besar pula peluang terjadinya salah informasi dan salah interpretasi, maka dalam bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali.